Akhir Agustus 2025 ditandai dengan gelombang protes terbesar di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Apa yang bermula sebagai reaksi keras terhadap kebijakan tunjangan DPR berubah menjadi amarah nasional setelah kematian Affan Kurniawan, pengemudi ojek online berusia 21 tahun yang tewas terlindas kendaraan taktis Brimob di Jakarta.
Tragedi tersebut menyulut solidaritas lintas daerah. Rakyat dari berbagai lapisan turun ke jalan, sebagian membawa poster Affan sebagai simbol perlawanan. Dari kota besar hingga kota menengah, suara rakyat bergema. Sebagian aksi berlangsung damai, tetapi tidak sedikit yang berubah menjadi kerusuhan, bahkan menelan korban jiwa.
Jakarta: Awal Gelombang Besar
Jakarta menjadi pusat awal demonstrasi sejak 25 Agustus. Ribuan mahasiswa, buruh, dan komunitas pengemudi ojek online memenuhi kawasan DPR dan MPR. Mereka menuntut pembatalan tunjangan DPR dan menuntut keadilan bagi Affan Kurniawan.
Situasi berubah ricuh ketika aparat menembakkan gas air mata dan water cannon. Massa membalas dengan lemparan batu, botol, dan petasan. Beberapa halte TransJakarta dibakar, fasilitas publik rusak, dan MRT hanya beroperasi sebagian. Transportasi umum lumpuh, dan ibu kota terperangkap dalam gelombang amarah rakyat (AP News).
Makassar: Tragedi Tiga Korban Jiwa
Makassar mencatat tragedi paling mematikan. Pada 29 Agustus malam, gedung DPRD Sulawesi Selatan dibakar massa. Api berkobar hebat, menewaskan tiga orang dan melukai lima lainnya. Dua korban terluka parah setelah melompat dari lantai atas demi menyelamatkan diri.
Peristiwa ini membuat Makassar menjadi pusat perhatian nasional. Presiden Prabowo Subianto menyatakan belasungkawa, mengecam kekerasan aparat, dan memerintahkan investigasi terbuka terhadap kasus ini (Reuters).
Bandung: Solidaritas yang Membara
Bandung menjadi salah satu kota dengan eskalasi tinggi. Ribuan orang berkumpul di sekitar Gedung DPRD Jawa Barat dan Gedung Sate. Aksi yang awalnya berjalan damai berubah menjadi ricuh setelah bentrokan dengan aparat.
Rumah dan kendaraan terbakar, sejumlah kantor pemerintah hancur, dan pusat kota lumpuh. Polisi menembakkan gas air mata, tetapi massa tidak surut. Bandung menunjukkan bahwa kemarahan rakyat merata di Pulau Jawa (Tirto.id).
Yogyakarta: Mahasiswa di Garda Terdepan
Yogyakarta, kota pendidikan, ikut menyuarakan protes. Ribuan mahasiswa memenuhi Tugu Yogyakarta dan Alun-alun Utara. Jalan ditutup, ban-ban dibakar, dan orasi dilantangkan dengan tegas.
Polisi membalas dengan gas air mata. Beberapa mahasiswa terluka akibat bentrokan. Sultan Hamengkubuwono X hadir langsung untuk menenangkan massa, namun aksi terus berlanjut hingga larut malam. Yogyakarta sekali lagi menunjukkan tradisinya sebagai motor gerakan mahasiswa nasional.
Surabaya: Grahadi Jadi Titik Ricuh
Ribuan massa berkumpul di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya. Awalnya damai, namun situasi memanas dengan pelemparan batu dan pembakaran ban. Beberapa mobil pemerintah rusak, sementara pusat perbelanjaan Tunjungan Plaza menutup operasional lebih awal.
Polisi menurunkan ribuan personel, menutup jalan utama, dan menggunakan water cannon. Kerusuhan mereda menjelang tengah malam, meninggalkan kerugian besar di pusat kota (AP News).
Medan dan Sumatra: Gelombang yang Menyebar
Medan menjadi kota pertama di Sumatra yang bergerak. Ribuan massa mengepung DPRD Sumatra Utara. Mereka menuntut keadilan untuk Affan dan menolak tunjangan DPR. Bentrokan pecah dan menimbulkan korban luka di kedua pihak.
Gelombang protes kemudian meluas ke Padang, Jambi, dan Banda Aceh. Beberapa aksi berjalan damai, sementara lainnya berakhir ricuh setelah aparat menurunkan water cannon. Sumatra menunjukkan bahwa isu ini sudah menyatu dalam kemarahan nasional.
Solo: Gedung DPRD Hangus
Solo mencatat salah satu peristiwa paling dramatis. Massa melempar bom molotov ke arah DPRD Surakarta. Sekretariat DPRD terbakar habis. Brimob yang berjaga terlibat bentrokan keras dengan massa. Puluhan mahasiswa ditangkap sebagai provokator (Patroli Indonesia).
Madiun: Suara Damai dari Kota Menengah
Madiun memperlihatkan wajah berbeda. Aliansi Masyarakat Madiun Menggugat menggelar aksi damai di depan DPRD Kota Madiun. Massa membawa spanduk besar berisi tuntutan reformasi DPR dan kepolisian. Tidak ada bentrokan, namun aksi ini menegaskan bahwa suara rakyat telah merata hingga ke kota menengah (Jurnalzone.id).
Manado, Gorontalo, dan Palu: Suara dari Sulawesi
Manado menjadi saksi aksi massa besar. Ribuan orang memblokade jalan menuju kantor pemerintahan, membakar ban, dan menutup akses utama. Aksi serupa juga terjadi di Gorontalo dan Palu.
Tuntutan mereka sama, yaitu keadilan untuk Affan dan reformasi kepolisian. Aparat mencoba pendekatan persuasif, namun gas air mata tetap digunakan ketika massa menolak mundur.
Kalimantan dan Papua: Gelombang Menjangkau Timur
Palangka Raya di Kalimantan Tengah ikut bergolak. Mahasiswa dan pengemudi ojek online melakukan aksi yang berakhir ricuh. Polisi menurunkan water cannon, beberapa orang ditangkap.
Di Papua, aksi berlangsung di Manokwari. Massa menggelar long march sambil membawa poster bergambar Affan Kurniawan. Aksi berjalan damai, tetapi menunjukkan bahwa protes telah menjangkau ujung timur Indonesia.
Dampak Nasional
Gelombang demonstrasi ini memberi dampak serius.
- Ekonomi: IHSG anjlok, rupiah melemah, dan investor menahan diri akibat ketidakpastian politik (FT).
- Pemerintah: Presiden Prabowo menyerukan ketenangan, menahan beberapa anggota Brimob, dan berjanji melakukan investigasi transparan.
- Hak Asasi Manusia: Ribuan demonstran ditangkap, termasuk pelajar di bawah umur. Organisasi HAM mengecam tindakan represif aparat dan menyerukan perlindungan kebebasan sipil (Waspada.id).
Penutup
Demonstrasi nasional Agustus 2025 menyapu lebih dari dua puluh kota. Dari Jakarta hingga Manokwari, rakyat bersatu menolak ketidakadilan. Tragedi Makassar menjadi puncak eskalasi yang menelan korban jiwa, sementara kota lain mencatat protes yang menggemakan tuntutan yang sama.
Kini pemerintah menghadapi tekanan besar. Sejarah akan mencatat Agustus 2025 sebagai momen ketika rakyat Indonesia turun ke jalan, menuntut reformasi nyata, dan menolak diam di tengah ketidakadilan.