Game Upin & Ipin Universe seharusnya menjadi tonggak sejarah bagi industri game lokal Malaysia. Diangkat dari waralaba animasi paling populer di negeri itu, game ini diharapkan membawa semangat kebanggaan nasional ke dunia interaktif. Namun realita di lapangan berbanding terbalik. Alih-alih menuai pujian, game ini justru disambut gelombang boikot yang semakin meluas dari hari ke hari.
Sejak diluncurkan, tagar #BoikotLesCopaque dan #BoikotStreamlineMedia muncul sebagai simbol kekecewaan massal dari gamer Malaysia. Boikot ini bukan sekadar luapan emosi sesaat, melainkan respons kolektif terhadap apa yang dianggap sebagai kegagalan serius dalam kualitas produk, etika bisnis, dan cara pengembang memperlakukan komunitas.
Masalah dimulai dari harga. Game ini dijual seharga 170 ringgit Malaysia atau sekitar Rp 650.000. Di atas kertas, ini setara dengan game AAA yang biasanya dikembangkan oleh studio kelas dunia. Namun, ketika dimainkan, banyak gamer langsung menyadari bahwa kontennya jauh dari standar premium. Game ini terasa terlalu pendek, terlalu sederhana, dan tidak menawarkan sistem permainan yang memikat. Mekaniknya minim, fiturnya dangkal, dan eksplorasi dunia gamenya tidak berkesan.
Kritik makin menguat ketika bug dan masalah teknis ditemukan di banyak titik. Beberapa pengguna mengalami crash saat loading, karakter yang tidak bisa bergerak, hingga frame drop yang membuat permainan tersendat. Tak sedikit yang menyebut game ini seperti versi awal yang belum selesai diuji. Ulasan di Steam mencerminkan hal ini, dengan rating yang langsung jatuh akibat gelombang review negatif.
Namun yang memperparah situasi adalah konflik dengan kreator konten. Dua tokoh besar, yaitu Windah Basudara dan CupID15, menyampaikan bahwa video mereka yang menampilkan gameplay Upin & Ipin Universe terkena klaim hak cipta. Padahal mereka membeli game secara sah dan tidak terlibat kontrak promosi dengan pengembang. Video tersebut dibuat murni sebagai konten hiburan dan review.
Yang membuat komunitas semakin geram adalah fakta bahwa pihak Les Copaque menggunakan potongan video kreator itu untuk kepentingan promosi tanpa izin. Ini memicu tudingan eksploitasi. Kreator merasa dicurangi. Mereka dibatasi hak monetisasinya, sementara video mereka justru dimanfaatkan untuk kebutuhan marketing pihak lain. Kepercayaan yang selama ini dibangun antara kreator dan pengembang langsung runtuh.
Di saat yang sama, muncul pula laporan tentang perlakuan buruk terhadap karyawan di studio pengembang. Beberapa laporan menyebut adanya keterlambatan pembayaran gaji, dan kasus karyawan yang dirumahkan tanpa menerima kompensasi penuh. Komunitas memandang hal ini sebagai cerminan buruk dari manajemen perusahaan yang selama ini dikenal lewat nama besar serial animasi anak-anak.
Menanggapi kecaman publik, Les Copaque merilis video klarifikasi berjudul Soal Jawab: Upin & Ipin Universe. Dalam video tersebut, mereka menjelaskan bahwa klaim hak cipta pada video kreator terjadi karena musik dalam game merupakan bagian dari serial animasi yang dilindungi lisensi. Mereka menyarankan kreator untuk menonaktifkan musik agar terhindar dari klaim otomatis di platform seperti YouTube.
Les Copaque juga menyampaikan permintaan maaf kepada kreator yang terdampak, serta menyatakan bahwa mereka sedang berupaya dengan publisher agar video tersebut dapat kembali dimonetisasi. Terkait penggunaan video kreator untuk promosi, mereka mengaku melakukannya, namun berdalih bahwa hal itu dimaksudkan sebagai bentuk apresiasi terhadap komunitas.
Untuk masalah harga, mereka menjelaskan bahwa nilai tersebut mencerminkan besarnya investasi dan tenaga kerja yang terlibat. Mereka juga berjanji akan memperbaiki bug, menambahkan konten, dan mendengarkan umpan balik pemain ke depan. Sementara itu, soal isu internal perusahaan, mereka membantah tudingan keterlambatan gaji dan menyebut bahwa seluruh hak karyawan sudah dituntaskan sebelum perilisan game.
Namun publik belum puas. Bagi banyak orang, klarifikasi tersebut hanya menjelaskan sebagian kecil dari permasalahan yang ada. Komunitas melihat ini bukan hanya sebagai soal teknis atau komunikasi, tapi soal kegagalan manajemen dalam menjaga hubungan dengan pemain, kreator, dan karyawan. Tagar boikot masih aktif. Kepercayaan publik belum kembali.
Upin & Ipin Universe kini menjadi studi kasus tentang pentingnya kualitas, transparansi, dan penghargaan terhadap komunitas. Game dengan nama besar di belakangnya tidak otomatis mendapat tempat di hati pemain jika tidak disertai dengan tanggung jawab. Di era digital, reputasi bisa runtuh secepat trending topic naik. Dan jika kepercayaan hilang, tidak ada klarifikasi yang cukup untuk memperbaikinya.